BIJAK DALAM BERDAKWAH#6 Hak-Hak Yang Didakwahi
- BIJAK DALAM BERDAKWAH #1 – Muqaddimah
- BIJAK DALAM BERDAKWAH #2 – Kriteria Juru Dakwah
- BIJAK DALAM BERDAKWAH#3 – Kriteria Juru Dakwah Bagian ke-2
- BIJAK DALAM BERDAKWAH #4 – Kriteria Juru Dakwah Bagian ke-3
- BIJAK DALAM BERDAKWAH#5 Hak-Hak Orang Yang Kita Dakwahi
- BIJAK DALAM BERDAKWAH#6 Hak-Hak Yang Didakwahi
- BIJAK DALAM BERDAKWAH#7 Hak-Hak Yang Didakwahi
- BIJAK DALAM BERDAKWAH#8 – Kewajiban Orang Yang Hijrah (1)
- BIJAK DALAM BERDAKWAH#9 Kewajiban Orang yang Hijrah#2
- BIJAK DALAM BERDAKWAH#10 *Mendakwahi Orang Islam#1*
Diterbitkan pertama kali pada: 20-Nov-2020 @ 20:51
10 menit membacaBIJAK DALAM BERDAKWAH#6
Hak-Hak Yang Didakwahi
📖 (Syarah Kitab dari Syaikh Prof. Dr. Hamud bin Ahmad Ar Ruhaily).
👤Ustadz Dr Syafiq Riza Basalamah, MA
🗓️ 6 Rabi’ul Akhir 1442H
Setiap Muslim punya kewajiban menyampaikan apa yang kita ketahui walaupun hanya 1 ayat.
➡️ Hak-Hak orang yang didakwahi :
1. Hendaklah didatangi
2. Memilih metode atau cara yang paling sesuai dengan orang yang kita Dakwahi.
➡️ 3. Kasih Sayang kepada yang didakwahi.
Para juru dakwah sejatinya sedang menjalankan tugas seperti yang diemban.
Rasulullahﷺ
Allah berfirman,
لَقَدْ جَآءَكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِٱلْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ
Sungguh, telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, (dia) sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, penyantun dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman. QS. At-Taubah : 128
Juru dakwah adalah pewarisnya Nabi.
إِن تَحْرِصْ عَلَىٰ هُدَىٰهُمْ فَإِنَّ ٱللَّهَ لَا يَهْدِى مَن يُضِلُّ وَمَا لَهُم مِّن نَّٰصِرِينَ
Jika engkau (Muhammad) sangat mengharapkan agar mereka mendapat petunjuk, maka sesungguhnya Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang yang disesatkan-Nya, dan mereka tidak mempunyai penolong.
QS. An-Nahl : 37
Memang ada orang-orang yang susah mengikuti kebenaran.
Dan Rasulullah ﷺ ingin orang-orang ikuti yang didakwahkan beliau ﷺ.
فَلَعَلَّكَ بَٰخِعٌ نَّفْسَكَ عَلَىٰٓ ءَاثَٰرِهِمْ إِن لَّمْ يُؤْمِنُوا۟ بِهَٰذَا ٱلْحَدِيثِ أَسَفًا
Maka barangkali engkau (Muhammad) akan mencelakakan dirimu karena bersedih hati setelah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini (Al-Qur’an). QS. Al-Kahf : 6
Sampai begitu sedihnya Rasulullahﷺ.
Dalam hadits, Rasulullahﷺ bersabda,
مثلي ومثلُكم كمثل رجلٍ أَوْقَدَ نارًا فجعل الجنادِبُ والفَرَاشُ يَقَعْنَ فيها، وهو يَذُبُّهُنَّ عنها، وأنا آخذٌ بحُجَزِكُم عن النار، وأنتم تَفَلَّتُون من يَدَيَّ».
[صحيح.] – [حديث جابر رضي الله عنه: رواه مسلم. حديث أبي هريرة رضي الله عنه: متفق عليه.]
“Perumpamaan diriku dengan kalian bagaikan seseorang yang menyalakan api, lalu mulailah belalang-belalang dan laron berjatuhan ke dalam api itu, sedangkan orang itu selalu berusaha mengusirnya dari api itu. Dan aku memegang ujung pakaian kalian agar kalian tidak terjerumus ke dalam neraka, namun kalian (selalu) terlepas dari tanganku.”
[Hadis sahih] – [Diriwayatkan oleh Muslim – Muttafaq ‘alaih]
Mush’ab bin Umair adalah contoh juru dakwah yang berdakwah sesuai dengan cara Rasulullah ﷺ.
Mush’ab bin Umair datang ke Yastrib pada awal utusan pembawa kabar gembira yang dikenal oleh sejarah Islam.
Lalu ia menginap di rumah As’ad bin Zurarah yang merupakan salah seorang pembesar suku Khazraj. Di rumah Zurarah, Mush’ab membuat kamar untuk dirinya sendiri dan dijadikan markas untuk menyebarkan agama Allah dan mengabarkan akan adanya Nabi Allah yang bernama Muhammad ﷺ.
Maka para pemuda Yastrib berdatangan untuk mendengarkan seruan da’i muda yang bernama Mus’ab bin Umair dengan begitu antusias.
Mereka semua tertarik dengan tenangnya pembicaraan, alasan-alasan yang jelas, sikap yang berwibawa dan cahaya iman yang terpancar dari wajah Mush’ab bin Umair.
Hal yang paling membuat mereka tertarik atas itu semua adalah Alquran yang ia bacakan kepada mereka dari waktu ke waktu. Ia membacakannya dengan suara merdu dan intonasi yang memukau. Sehingga hati yang keras menjadi lembut, dan meneteslah air mata dari bola mata mereka. Majelis Mush’ab bin Umair senantiasa dipenuhi orang yang akhirnya masuk Islam dan akhirnya menyatakan keimanan mereka.
Suatu hari, As’ad bin Zurarah pergi bersama tamunya, yaitu sang da’i Mush’ab bin Umair. Mereka berangkat untuk menemui sebuah jamaah dari Bani Abdul Asyhal dan menawarkan kepada mereka ajaran agama Islam. Keduanya lalu melalui sebuah taman milik Bani Abdul Asyhal, kemudian mereka berdua duduk di tepian mata air yang begitu jernih di bawah bayangan pohon kurma.
Lalu datanglah jamaah dari Bani Abdul Asyhal tadi yang telah masuk Islam dan sebagian yang hanya ingin mendengarkan penuturannya. Maka mulailah Mush’ab berdakwah dan memberikan kabar gembira. Semuanya mendengarkan penuturan Mush’ab, dan mereka pun mulai terkesima dengan pembicaraannya.
Lalu datanglah seseorang menceritakan kepada Usaid bin Al-Hudhair dan Sa’ad bin Muadz –dan keduanya adalah pemuda suku Aus- bahwa seorang da’i berasal dari Makkah telah sampai dekat kampung mereka, dan orang yang telah mendukungnya adalah As’ad bin Zurarah.
Maka Sa’ad berkata, “Ya Usaid, temuilah pemuda yang berasal dari Makkah ini yang datang ke kampung kita untuk membujuk kaum lemah dan menjelekkan tuhan-tuhan kita. Halangilah dia dan berikan peringatan kepadanya agar tidak masuk ke kampung kita setelah ini!”
Ia pun menambahkan, “Kalau saja ia bukan tamu sepupuku, As’ad bin Zurarah, dan kalau saja ia tidak melindunginya, pasti sudah aku bereskan dia!”
Usaid kemudian membawa alat perangnya dan ia berangkat menuju perkebunan. Begitu As’ad bin Zurarah melihatnya sedang datang menuju ke arah mereka, maka As’ad berkata kepada Mus’ab, “Celaka engkau ya Mus’ab! Inilah pemuda suku mereka. Ia adalah orang yang paling pintar di antara mereka dan merupakan orang yang paling sempurna. Dialah Usaid bin Al-Hudhair!
Jika ia Islam, maka akan banyak orang yang turut masuk Islam. Maka kisahkan tentang Allah dengan benar kepadanya dan berilah pemaparan yang sebaik mungkin untuknya!”
Usaid bin Al-Hudhair berhenti di dekat kerumunan. Ia melihat ke arah Mush’ab dan sahabatnya sambil berkata, “Apa yang membuat kalian datang ke kampung kami lalu membujuk orang-orang lemah kami?! Jauhilah kampung ini jika kalian masih ingin hidup!”
Lalu Mush’ab bin Umair menoleh ke arah Usaid dengan wajah memancarkan cahaya iman dan ia berbicara kepada Usaid dengan intonasi yang memukau, “Wahai pemimpin kaum, apakah engkau mau mendapatkan kebaikan? Usaid bertanya, “Apa itu?” Mush’ab menjawab, “Duduklah bersama kami dan dengarlah pembicaraan kami. Jika engkau senang akan apa yang kami katakan, maka terimalah! Jika engkau tidak menyukainya, maka kami akan pergi dan tidak akan kembali.”
Lalu Usaid berkata, “Engkau adil kalau begitu!” Ia pun menaruh tombaknya di tanah, lalu duduk.
Maka Mush’ab menjelaskan kepadanya tentang hakikat Islam. Ia juga membacakan untuknya beberapa ayat Alquran, maka nampaklah rona kebahagiaan di wajahnya. Ia pun berkata, “Betapa indah kalimat yang telah engkau ucapkan. Betapa agung ayat yang telah kau bacakan! Apa yang kalian perbuat jika hendak masuk ke dalam Islam?!”
Mush’ab lalu menjawab, “Mandilah dan bersihkanlah pakaianmu, dan bersaksilah bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Lalu lakukan shalat dua rakaat!”
Lalu Usaid pergi ke sumur dan bersuci dengan airnya. Kemudian ia bersyahadat bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya, kemudian ia pun melakukan shalat dua rakaat.
Maka pada hari itu telah masuk ke dalam Islam seorang pejuang Bangsa Arab yang terkenal dan seorang pemuka Bangsa Aus.
Ushaid bin Hudair sangat semangat membantu dakwah, supaya orang-orang mau masuk Islam.
Islamnya Usaid menjadi penyebab Islamnya Sa’ad bin Muadz. Dan keislaman mereka berdua menjadi penyebab islamnya banyak orang yang berasal dari suku Aus.
Karenanya Madinah menjadi tempat yang dipilih Rasul ﷺ untuk berhijrah, tempat berlindung dan ibukota bagi Daulah Islamiyah yang besar.
Usaid bin Hudair, shahabat yang kalau membaca Al-Qur’an dan malaikat menyimak bacaan nya.
Mush’ab bisa menjelaskan hakikat Islam dengan baik, maka kita juga harus mahir menjelaskan Islam.
Usaid dan Sa’ad sangat bersemangat mengajak kaumnya untuk ikut ke dalam Islam.
Urwah bin Mas’ud, dari Thaif dan masuk Islam setelah menemui Rasulullah ﷺ.
Penduduk Thaif tidak ada yang menerima dakwah nya dan malah membunuh Urwah bin Mas’ud.
Seorang juru dakwah harus punya sifat kasih sayang dan memilih waktu yang tepat untuk berdakwah. Juga dipertimbangkan posisi orang yang didakwahi.
Abdullah bin Mas’ud setiap Kamis dakwah dengan nasihat. Ada yang meminta untuk dilakukan setiap hari, namun Ibnu Mas’ud menjawab bahwa kalau setiap hari akan bosan.
Jadi harus memastikan bahwa orang-orang yang didakwahi tidak bosen. Jadi harus dikontrol.
Rasulullah ﷺ sangat semangat berdakwah, bahkan dakwah kepada Abu Thalib sampai menjelang mati.
➡️4. MEMAAFKAN orang yang didakwahi, dan berbuat baik kepada mereka.
Ini termasuk hak yang besar bagi orang-orang yang didakwahi dan pintu besar hidayah bagi orang-orang yang didakwahi.
Rasulullah ﷺ adalah sangat pemaaf kepada orang-orang yang didakwahi.
Allah ﷻ berfirman,
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلْقَلْبِ لَٱنفَضُّوا۟ مِنْ حَوْلِكَ فَٱعْفُ عَنْهُمْ وَٱسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى ٱلْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُتَوَكِّلِينَ
Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal.
QS. Ali ‘Imran : 159
Pendakwah harus mencontoh sifat Rasulullah ﷺ.
Allah berfirman,
وَمَا خَلَقْنَا ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَآ إِلَّا بِٱلْحَقِّ وَإِنَّ ٱلسَّاعَةَ لَءَاتِيَةٌ فَٱصْفَحِ ٱلصَّفْحَ ٱلْجَمِيلَ
Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi serta apa yang ada di antara keduanya, melainkan dengan kebenaran. Dan sungguh, Kiamat pasti akan datang, maka maafkanlah (mereka) dengan cara yang baik.
QS. Al-Hijr : 85
إِنَّ رَبَّكَ هُوَ ٱلْخَلَّٰقُ ٱلْعَلِيمُ
Sungguh, Tuhanmu, Dialah Yang Maha Pencipta, Maha Mengetahui.
QS. Al-Hijr : 86
Orang-orang mendustakan Rasul-Nya, dan Allah memerintahkan untuk memaafkan mereka.
Dan setelah hijrah ke Madinah, orang-orang Yahudi juga berkhianat.
Allah berfirman,
فَبِمَا نَقْضِهِم مِّيثَٰقَهُمْ لَعَنَّٰهُمْ وَجَعَلْنَا قُلُوبَهُمْ قَٰسِيَةً يُحَرِّفُونَ ٱلْكَلِمَ عَن مَّوَاضِعِهِۦ وَنَسُوا۟ حَظًّا مِّمَّا ذُكِّرُوا۟ بِهِۦ وَلَا تَزَالُ تَطَّلِعُ عَلَىٰ خَآئِنَةٍ مِّنْهُمْ إِلَّا قَلِيلًا مِّنْهُمْ فَٱعْفُ عَنْهُمْ وَٱصْفَحْ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُحْسِنِينَ
(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, maka Kami melaknat mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka mengubah firman (Allah) dari tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian pesan yang telah diperingatkan kepada mereka. Engkau (Muhammad) senantiasa akan melihat pengkhianatan dari mereka kecuali sekelompok kecil di antara mereka (yang tidak berkhianat), maka maafkanlah mereka dan biarkan mereka. Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.
QS. Al-Ma’idah : 13
Allah perintahkan untuk memaafkan.
Tahap awal. Bila sudah berkali-kali berkhianat maka boleh kita berbuat tegas, seperti saat Yahudi diusir karena seringnya berkhianat.
Dalam perjalanan pulang menuju Madinah, pasukan Islam istirahat terpisah. Mereka istirahat di teduhnya pepohonan yang ada di sana. Demikian pula Rasulullah, beliau pun ikut berteduh sambil menggantungkan pedangnya di pohon. Kemudian semuanya tidur. Tiba-tiba ada seseorang menghampiri Nabi dan mengambil pedang beliau. Ia todongkan pedang itu di leher beliau. Rasulullah terjaga.
Orang ini hendak membunuh nabi. Jika itu benar-benar terjadi, dijamin ia mendapat kemuliaan di tengah Ghatafan. Tapi Allah menjaga Rasul-Nya. Tak membiarkan hal itu terjadi. Sebagaimana firman-Nya:
وَاللهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ إِنَّ اللهَ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
“Allah menjaga kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” [Quran Al-Maidah: 67].
Si Badui musyrik ini berkata, “Kau takut denganku?” “Tidak,” jawab Nabi. Beliau tidak berkedip. Sama sekali tak tampak rasa takut sedikit pun. Laki-laki ini merasa takjub. Pedang di tangannya sementara Muhammad tak memiliki sesuatu pun untuk melindungi dirinya. Tapi ia tak tampak rasa takut padanya. “Siapa yang bakal menyelamatkanmu dariku?” gertak orang itu.
Nabi jawab dengan mantap, “Allah.”
Dalam suatu riwayat, laki-laki itu mengulang pertanyaannya sebanyak tiga kali. Dan Rasulullah tetap menjawab “Allah.” (HR. al-Bukhari dalam Kitab al-Jihad wa as-Sair, 2753).
Pedang di tangannya pun terjatuh. Dalam riwayat lain, ia menyarungkan pedang tersebut karena takjub melihat keberanian dan ketenangan Nabi (al-Bukhari dalam Kitab al-Maghazi, 3908). Sedangkan di riwayat Imam Ahmad dan Ibnu Ishaq rahimahumallah ketika pedang tersebut jatuh, Rasulullah mengambilnya. Setelah itu gantian beliau todongkan dan berkata, “Siapa yang bakal menyelamatkanmu dariku?” Badui tidak mampu menjawab.
Dan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memaafkan orang tersebut.
Begitu juga saat Fathu Makkah, Rasulullah ﷺ memaafkan orang-orang Quraisy yang sebelumnya memusuhi Rasulullah ﷺ.
Ibnu Abbas رضي الله عنهما bercerita bahwa suatu hari seseorang yang bernama Uyainah bin Hisn meminta izin untuk menghadap Amirul mukminin Umar bin Khaththab رضي الله عنه, kepada pendampingnya yaitu Al-Hurr bin Qais. Al-Hurr lalu memintakan izin untuknya kepada Umar رضي الله عنه. Umar pun mengizinkannya. Tatkala ada di depannya, Uyainah langsung berkata:
هِيْ يَا ابْنَ الْخَطَّابِ فَوَاللَّهِ مَا تُعْطِينَا الْجَزْلَ وَلَا تَحْكُمُ بَيْنَنَا بِالْعَدْلِ
“Heh, wahai Ibnul Khaththab, demi Allah, kamu tidak memberi kami pemberian yang banyak dan tidak pula memberikan keputusan yang adil di antara kami! “
Umar pun murka hingga ingin memukulnya. Tatkala hampir saja ia memukulnya, berkatalah Al-Hur kepadanya:
يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَالَ لِنَبِيِّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: { خُذْ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنْ الْجَاهِلِينَ } وَإِنَّ هَذَا مِنْ الْجَاهِلِينَ
“Wahai Amirulmukminin, sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman kepada Nabi-Nya, ‘Jadilah engkau pema’af dan perintahkanlah yang ma’ruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh. ‘ (QS.7:199) dan sesungguhnya orang ini (Uyainah)termasuk orang bodoh. “
Ibnu Abbas berkata:
وَاللَّهِ مَا جَاوَزَهَا عُمَرُ حِينَ تَلَاهَا عَلَيْهِ وَكَانَ وَقَّافًا عِنْدَ كِتَابِ اللَّهِ
“Demi Allah, Umar tidak melangkahi ayat itu tatkala diperdengarkan kepadanya, dan ia adalah seorang yang selalu berhenti pada kitabullah. “ Umar pun mengurungkan niatnya untuk memukul orang yang mencelanya. (HR. Bukhari no. 4276 Maktabah Syamilah)
Juga kisah lain, Dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu berkata: “Ketika hari peperangan Hunain, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam melebihkan, mengutamakan beberapa orang dalam pemberian pembagian ghanimah (harta rampasan) lalu memberikan kepada Al-Aqra’ bin Habis seratus ekor unta dan memberikan kepada ‘Uyainah bin Hishn seperti itu pula (seratus ekor unta), juga memberikan kepada orang-orang yang termasuk bangsawan Arab dan mengutamakan dalam cara pembagian kepada mereka tadi. Kemudian ada seorang lelaki berkata: “Demi Allah, pembagian secara ini, sama sekali tidak ada keadilannya dan agaknya tidak dikehendaki untuk mencari keridhaan Allah”, Saya lalu berkata: “Demi Allah, hal ini akan saya beritahukan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam” Saya pun mendatanginya terus memberitahukan kepadanya tentang apa-apa yang dikatakan oleh orang itu. Maka berubahlah warna wajah beliau sehingga menjadi semacam sumba (merah -merah padam karena marah) lalu bersabda: “Siapakah yang dapat dinamakan adil, jikalau Allah dan RasulNya dianggap tidak adil juga.” Selanjutnya beliau bersabda: “Allah merahmati Nabi Musa. Ia telah disakiti dengan cara yang lebih sangat dari ini, tetapi ia tetap sabar”. Saya sendiri berkata: “Ah, semestinya saya tidak memberitahukan dan saya tidak akan mengadukan lagi sesuatu pembicaraanpun setelah peristiwa itu kepada beliau lagi”. (Muttafaq ‘alaih).
Orang-orang yang kita Dakwahi memang ada yang bodoh sehingga tidak berperilaku dengan baik dan kita harus memaafkan mereka, dengan harapan mereka menerima dakwah ini.
Orang yang merasa benar lebih sulit didakwahi.
##$$-aa-$$##