Diterbitkan pertama kali pada: 23-Jul-2020 @ 14:55

5 menit membaca

Khutbah Jumat
Ustadz Dr Firanda Andirja
1 Jumadil Ula 1441 H
Masjid Al Ikhlas Dukuh Bima

Khutbah 1

Bukhari dan Muslim mengisahkan dalam hadits-hadits, Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wasallam hijrah ke kota Madinah, Nabi shallallahu alaihi wasallam mampir di kota Quba dan membangun masjid Quba.

Kemudian Nabi shallallahu alaihi berjalan masuk ke kota Madinah dan menunggu berhenti untanya karena untanya diperintah oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk memilih tempat yang akan dibangun masjid, maka unta tersebut berhenti di sebuah tanah milik bani Najjar. .

Dan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ingin membeli tanah tersebut.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Bani Najjar, “Wahai Bani Najjar, berilah harga bangunan kalian ini?”

Orang-orang Bani Najjar menjawab, “Tidak, demi Allah. Kami tidak akan meminta harga untuk bangunan ini kecuali hanya kepada Allah.”

Bani Najjar dengan suka rela mewakafkan bangunan dan tanah mereka untuk pembangunan Masjid Nabawi dan mereka berharap pahala dari sisi Allah atas amalan mereka tersebut.

Dan sekarang sudah lebih dari 1400 tahun, masjid Nabawi selalu penuh, maka pahala mengalir ke bani Najjar, dari Anshar.

Inilah yang disebut wakaf, walaupun sudah meninggal dunia, pahala akan terus mengalir.

Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk beribadah..

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.

Seorang harus beribadah, kumpulkan pahala sebanyak-banyaknya yang akan dirasakan di akhirat kelak.

Dan Islam memberi kesempatan kepada kita untuk mendapatkan pahala setelah kita meninggal dunia dengan wasiat (yang baik) dan wakaf hartanya untuk Allah.

Allah berfirman,

إِنَّا نَحْنُ نُحْىِ الْمَوْتَى وَنَكْتُبُ مَاقَّدُموا وَءَاثَارَهُمْ

Sesungguhnya Kami menghidupkan mayat-mayat kelak dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan dampak amal shaleh setelah mereka meninggal dunia.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh yang mendoakannya” (HR. Muslim no. 1631)

Kata para ulama, sedekah jariyah adalah wakaf.

Oleh karena itu para sahabat yang memiliki kemampuan mereka wakaf.

Kata Imam Syafi’i “Telah sampai kepadaku sekitar 80 sahabat dari kaum Anshar semuanya wakaf”.

Sahabat bahkan wakaf dengan harta yang dia cintai.

Abu Thalhah (Anshar), adalah sahabat yang paling banyak kebunnya dan harta yang paling dia cintai adalah bairuha (kebun kurma) yang Rasulullah shallallahu alaihi wasallam seiring ke kebun tersebut,minum air dari kebun..

Tatkala datang perintah Allah..

لَن تَنَالُواْ الْبِرَّ حَتَّى تُنفِقُواْ مِمَّا تُحِبُّونَ

“Kalian tidak akan mendapatkan kebaikan, sampai kalian infakkan apa yang kalian cintai.” (QS. Ali Imran: 92)

Maka Abu Thalhah datang kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam, dan mewakafkan kebun bairuha tersebut.

Nabi shallallahu alaihi wasallam takjub dengan apa yang dilakukan oleh Abu Thalhah, dan jadi wakaf terbaik.

Ibnu Umar meriwayatkan bahwa Umar

ketentuan tentang wakaf dijelaskan dalam hadits ‘Umar berikut ini.

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Umar pernah mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, lalu ia menghadap Nabi shallallahu alaihi wasallam mohon petunjuk beliau tentang pengelolaannya seraya berkata,

“Wahai Rasulullah, saya mendapatkan tanah di Khaibar. Yang menurut saya, saya belum pernah memiliki tanah yang lebih baik daripada tanah tersebut.

Beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda,

إِنْ شِئْتَ حَبَّسْتَ أَصْلَهَا ، وَتَصَدَّقْتَ بِهَا

“Kalau engkau ingin, wakafkan tanah tersebut , tahan tanah tersebut dan Sedekah kan hasil kebunnya”

Maka Umar setuju dengan ide Nabi shallallahu alaihi wasallam untuk mewakafkan tanah yang paling dia cintai.

Juga kisah Khalid bin Walid, karena harta yang dia cintai (alat perang) telah disedekahkan sehingga tidak mampu bayar zakat.

Kota Madinah pernah mengalami panceklik hingga kesulitan air bersih. Karena mereka (kaum muhajirin) sudah terbiasa minum dari air zamzam di Mekah. Satu-satunya sumber air yang tersisa adalah sebuah sumur milik seorang Yahudi, SUMUR RAUMAH namanya. Kaum muslimin dan penduduk Madinah terpaksa harus rela antri dan membeli air bersih dari Yahudi tersebut.

Prihatin atas kondisi umatnya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian bersabda : “Wahai Sahabatku, siapa saja diantara kalian yang menyumbangkan hartanya untuk dapat membebaskan sumur itu, lalu menyumbangkannya untuk umat, maka akan mendapat surgaNya Allah Ta’ala” (HR. Muslim).

Dan Utsman yang membeli sumur untuk diwakafkan kepada kaum muslimin.

Khutbah 2

Sesungguhnya kita menyadari bahwa setiap orang cinta dengan harta, dan kita harus sadar bahwa harta tersebut harus kita gunakan untuk yang terbaik buat kita, maka janganlah pelit kepada diri sendiri..

Tidak sedekah termasuk pelit.

{وَمَنْ يَبْخَلْ فَإِنَّمَا يَبْخَلُ عَنْ نَفْسِهِ}

dan siapa yang pelit sesungguhnya dia hanyalah pelit terhadap dirinya sendiri. (Muhammad: 38)

Karena dia halangi dirinya dari pahala yang luar biasa,di dunia maupun akhirat.

Padahal Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ

sedekah tidak mengurangi harta.

Kata sebagian ulama, orang yang bersedekah akan ditambah hartanya.

Harta itu akan ditanya oleh Allah di akhirat kelak, dan pada hakikatnya harta tersebut milik Allah dan kita hanya memegang dan diberi amanah untuk mengolah harta tersebut.

Allah berfirman,

وَأَنْفِقُوا مِمَّا جَعَلَكُمْ مُسْتَخْلَفِينَ فِيهِ فَالَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَأَنْفَقُوا لَهُمْ أَجْرٌ كَبِيرٌ

Dan sedekahkan sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya

Tatkala harta kita kuasai (di tangan kita) harus kita manfaatkan dengan baik, dengan sedekah dan wakaf.

Dalam sebuah hadits,

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ الصَّدَقَةِ أَعْظَمُ أَجْرًا قَالَ « أَنْ تَصَدَّقَ وَأَنْتَ صَحِيحٌ شَحِيحٌ ، تَخْشَى الْفَقْرَ وَتَأْمُلُ الْغِنَى ، وَلاَ تُمْهِلُ حَتَّى إِذَا بَلَغَتِ الْحُلْقُومَ قُلْتَ لِفُلاَنٍ كَذَا ، وَلِفُلاَنٍ كَذَا ، وَقَدْ كَانَ لِفُلاَنٍ »

“Wahai Rasulullah, sedekah yang mana yang lebih besar pahalanya?” Beliau menjawab, “Engkau bersedekah pada saat kamu masih sehat, saat kamu takut menjadi fakir, dan saat kamu berangan-angan menjadi kaya. Dan janganlah engkau menunda-nunda sedekah itu, hingga apabila nyawamu telah sampai di tenggorokan, kamu baru berkata, “Untuk si fulan sekian dan untuk fulan sekian, dan harta itu sudah menjadi hak si fulan.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no. 1419 dan Muslim no. 1032).

Kita lawan rasa pelit dan butuh kita pada harta dengan sedekah, jangan tunda-tunda.

Sedekah adalah bukti iman kita seperti kata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

Oleh karena itu sedekah dan wakaf lah Saat kita sehat dan mampu karena itu sedekah terbaik.

Jangan seperti orang-orang munafik yang pelit saat hartanya banyak namun tamak.

Dan paling disesali orang yang akan meninggal dunia adalah tidak bisa sedekah saat dia hidup.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَأَنفِقُوا۟ مِن مَّا رَزَقْنَـٰكُم مِّن قَبْلِ أَن يَأْتِىَ أَحَدَكُمُ ٱلْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلَآ أَخَّرْتَنِىٓ إِلَىٰٓ أَجَلٍۢ قَرِيبٍۢ فَأَصَّدَّقَ

Dan sedekahkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu;

lalu ia berkata: “Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah

##$$-aa-$$##

Bagikan Catatan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *